PENDIDIKAN UNTUK PERADABAN YANG UNGGUL SUATU CITA CITA YANG INGIN DIGAPAI

Oleh :

DIDIK SINGGIH HADI, SE, MSi

Abstrak

Pendidikan peradapan yang unggul merupakan suatu cita cita yang ingin digapai namun di tengah upaya pencapaian ini pendidikan kita diwarnai dengan meningkatnya kekerasan sesama anak dan mahaiswa. Hal ini menunjukkan belum tumbuhnya rasa solidaritas, kasih sayang dan kebersamaan. Perilaku bullying yang bahkan sampai menghilangkan nyawa menumbuhkan bibit gangguan kejiwaan kepada anak, baik korban maupun pelaku. Sulitnya menghentikan bullying karena korban biasanya pernah terlibat atau menjadi pelaku bullying terhadap orang lain. Oleh karena itu peran orang tua sebagai pendidik terdekat anak menjadi semakin penting dalam mengarahkan perilaku anak. Sekolah dan lingkungan juga dituntut menjadi pembatas perilaku menyimpang ini. Pemerintah harus bersikap tegas untuk memutus mata rantai budaya kekerasan dengan memberikan sanksi yang tegas kepada sekolah sebagai institusi pendidikan. Kasus ini perlu menjadi dorongan untuk mempercepat penyelesaian revisi Undang-Undang Perlindungan Anak.

Kata kunci : Peradapan, Kekerasan

I. PENDAHULUAN

Setiap tahun pada tanggal 2 Mei masyarakat Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Peringatan pada tahun ini mengambil thema Pendidikan Untuk Peradaban yang Unggul. Suatu pengambilan thema oleh Mendikbud yang terasa cerdas kita resapi. Mengingat pelaksanan pendidikan di Indonesia saat ini masih banyak yang harus dibenahi

Thema tersebut mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan hanya untuk menyelesaiakan atau menjawab persoalan persoalan yang sifatnya teknis dan bersifat kekinian semata, melainkan lebih jauh dari itu, yaitu bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah upaya memanusiakan manusia untuk membangun peradaban yang lebih unggul. Ada dua hal yang sangat mendasr dalam dunia pendidikan. Pertama terkait dengan akses untuk mendapatkan akses layanan pendidikan. Akses tersebut dipengaruhi oleh factor ketersediaan dan keterjangkauan. Kedua terkait akses kualitas yang dipengaruhi oleh tiga hal yaitu ketersediaan dan kualitas guru, kurikulum, dan sarana prasarana. Demikian uraian inti sari sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional di Jakarta.

Dalam mewujudkan peradapan dalam dunia pendidikan yang manusiawi, Ki Hajar Dewantoro telah meletakkan fondamen pendidikan yang sangat kuat yang dikemas dalam “falsafah pendidikan Indonesia” yang menjadi semboyan pendidikan Nasional yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei merujuk pada tanggal kelahiranlahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 Ki Hajar Dewantoro meninggal dunia di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun.

Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan diIndonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud), dahulu bernama Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Depdiknas). Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah. Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.

Pada saat ini penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia diwarnai dengan kejadian kejadian kekerasn yang dirasakan sangat pahit. Dari mulai pendidikan tinggat dasar yang diwarnai dengan kasus – kasus perkelahian/penganiyaan sesama teman Sekolah Dasar yang mengakibatkan meninggal dunia hingga terjadinya pelecehan seksual pada anak didik yang dilakukan oleh guru dan staf pada sekolahnyanya, kemudian pada tingkat pendidikan menengah tawuran pelajar merebak dimana mana, Pada Pendidikan tingkat Tinggi kekerasan seperti menjadi “panggung rutinitas” yang digelar setiap awal tahun ajaran baru yang diselenggarkan pada saat Ospek atau pada saat sebelumnya namanya perploncoan. Artinya baik Ospek maupun perploncoaan masih ada yang menerapkan kekerasan fisik bukan memberikan perkenalan etika pergaulan yang akan bermuara pada peradaban pendidikan yang unggul

II. PENYAJIAN DATA

Data terjadinya kekerasan pada penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia terekpose dalam media cetak dan media elektronika. Pada Pendidikan tingkat dasar kasus pelecehan seksual di JIS misalnya terekpose seperti berikut :

2.1. Data Pendidikan tingkat dasar

Munculnya banyak kasus korban pedofilia pasca kasus yang terjadi di Jakarta International School (JIS) di Pondok Indah, Jakarta Selatan menunjukkan peristiwa ini menjadi tragedi nasional.”Saya sangat prihatin, pedofilia adalah tragedi Nasional kekerasan seksual pada anak-anak Indonesia,” demikian ditegaskan anggota Komisi X DPR RI sekaligus Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Surahman Hidayat dalam rilisnya hari Jumat.

Mengutip catatan KPAI, jumlah kejahatan seksual terhadap anak, pada 2012 ada 463 kasus. Tahun berikutnya, yakni pada 2013 mengalami kenaikan 30 persen. Angka tren kekerasan seksual terhadap anak yang mencemaskan. Data KPAI untuk kasus di Jakarta pada kurun Januari-April 2014 saja telah tercatat ada 12 sekolah menjadi lokasi kejahatan seksual yang berlangsung, jumlah total yang diperkarakan ada 85 kasus. Angka ini dinilai sangat fantastis. “Anak adalah aset bangsa yang nantinya akan menjadi pewaris dan penerus keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Jika generasi ini tak dapat diselamatkan, bagaimana dengan nasib bangsa ini kelak.”

Kejadian kekerasan sesama anak SD terjadi di Seorang siswa sekolah dasar di Sukoharjo, Fajar Murdiyanto, 12 tahun, meninggal dunia pada Ahad, 25 Mei 2014, pukul 04.30. Siswa kelas 5 SD Klumprit 1, Mojolaban, Bekonang, Sukoharjo, tersebut meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo selama sekitar dua pekan.

Renggo dianaya S (13), kakak kelasnya di SDN 09 Makassar, Jakarta Timur. Penyebabnya hal sepele yakni Renggo tidak sengaja menyenggol S yang sedang makan es pisang seharga Rp 1.000 saat jam istirahat. Renggo telah mengganti kerugian. Namun karena tidak puas, S membututi Renggo hingga ke kelasnya. Di situlah terjadi penganiayaan hingga Renggo dirawat di RS Polri dan menghembuskan nafas terakhir pada Minggu (4/5/2014) dinihari.

Tindak lanjut atas terjadinya kekerasn pada Renggo adalah pemecatan Kepala Sekolah SD Negeri 09 Makasar Pagi, Jakarta Timur, Sri Hartini resmi dicopot dari jabatannya hari ini, Sabtu, 17 Mei 2014. Pencopotan Sri Hartini sebagai sanksi atas kasus kekerasan yang dilakukan muridnya hingga menyebabkan kematian Renggo Kadapi, 11 tahun. Renggo tewas akibat serangan membabi buta oleh kakak kelasnya, SY, 12 tahun, hanya karena menjatuhkan es pisang milik SY. Masih banyak lagi kejadian anak SD menganiaya sesame temannya. Data angka statistic yang menunjukkan jumlah korban kekerasan oleh Komisi Perlindungan anak Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 2.413 tahun 2011 sebanyak 2.508 tahun 2012 sebanyak 2.637 tahun 2013 sebnyak 2.792 tahun 2014 sebnyak 3.339* (* = data januari s/d Mei 2014)

Kasus terbunuhnya anak di sekolah selama 5 tahun terakhir yang diindikasikan meningkat setiap tahunnya disajikan dalam tabel berikut ini. Laporan kekerasan terhadap anak yang diterima oleh KPAI tersebut terjadi di sekolah, keluarga dan lingkungan sosial.

Dari hasil penelitian KPAI ternyata sebanyak 17% kekerasan terhadap anak terjadi di sekolah. Bahkan pada 2013, tercatat 181 kasus yang berujung pada tewasnya korban, 141 kasus korban menderita luka berat, dan 97 kasus korban luka ringan. Tindakan kekerasan di sekolah bisa dilakukan oleh guru, kepala sekolah, bahkan sesama peserta didik. Namun, bullying (ancaman) sesama peserta didik memiliki karakteristik berbeda dari kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa. Kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak biasanya dilakukan oleh pelaku tunggal sedangkan bullying oleh sesama murid biasanya berlangsung secara berkelompok. Bahkan menurut penelitian lintas negara yang dilakukan Craig dkk., anak yang menjadi korban bullying cenderung terlibat dalam penggencetan anak lain. Ini berarti sebuah lingkaran tanpa akhir ketika korban berubah menjadi pelaku. Dengan begitu, praktek kekerasan menjadi budaya di kalangan anak-anak.

Tawuran antara pelajar saat ini sudah menjadi masalah yang sangat mengganggu ketertiban dan keamanan lingkungan di sekitarnya. Saat ini, tawuran antar pelajar sekolah tidak hanya terjadi di lingkungan atau sekitar sekolah saja, namun terjadi di jalan-jalan umum, tak jarang terjadi pengrusakan fasilitas publik. Penyimpangan pelajar ini menyebabkan pihak sekolah, guru dan masyarakat yang melihat pasti dibuat bingung dan takut bagaimana untuk mererainya, sampai akhirnya melibatkan pihak kepolisian.

Hal ini tampak beralasan karena senjata yang biasa dibawa oleh pelajar-pelajar yang dipakai pada saat tawuran bukan senjata biasa. Bukan lagi mengandalkan keterampilan tangan, tinju satu lawan satu. Sekarang, tawuran sudah menggunakan alat bantu, seperti benda yang ada di sekeliling (batu dan kayu) mereka juga memakai senjata tajam layaknya film action di layar lebar dengan senjata yang bisa merenggut nyawa seseorang. Contohnya, samurai, besi bergerigi yang sengaja dipasang di sabuk, pisau, besi.

Penyimpangan seperti tawuran antar pelajar, menjadi kerusuhan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang tidak bisa disebut sebagai kenakalan remaja, namun sudah menjadi tindakan kriminal. Yang menjadi pertanyaan, adalah bagaimana bisa seorang pelajar tega melakukan tindakan yang ekstrem sampai menyebabkan hilangnya nyawa pelajar lain hanya karena masalah-masalah kecil?

2.2. Data Pendidikan tingkat menengah

Kenakalan remaja dalam masyarakat penyebabnya bukan hanya karena anaknya bandel, namun ada sebab lain seperti orang tua yang salah mendidik atau terlalu keras, terlalu memanjakan, pengaruh lingkungan dan ada penyebab yang lain pula. “Untuk menanggulangi kenakalan remaja kita, tidak hanya membimbing remajanya saja, namun orang tuanya juga harus diberikan suatu pengertian dan bimbingan untuk dapat memberikan pendidikan di dalam keluarga dan pemantauan kepada remaja agar remaja kita tidak semakin rusak moralitasnya,”

berdasarkan data kasus kekerasan terhadap anak di DIY sudah tinggi. Bantul menduduki angka cukup tinggi, seperti kasus nikah usia dini. Dijelaskan hingga Pebruari tahun 2012 terdapat 135 kasus, disusul kemudian Sleman, Kota dan Kulonprogo jauh dibawah Bantul dan Gunung Kidul ada 145 kasus.

Sedangkan data kasus kekerasan yang ditangani LPA DIY diawal tahun 2012, di DIY angka tertinggi adalah kekerasan pengasuhan 13, disusul kekerasan pencurian 11, kekerasan seks 10, kekerasan fisik 8 dan baru kekerasan psikis 3 dan narkoba 1 kasus.

2.3. Data Pendidikan tingkat tinggi

Sejak 1993-2007 siswa (praja) yang meninggal di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (dulu STPDN), berjumlah 35 orang, tiga orang di antaranya misterius, dan 18 orang lainnya meninggal tidak wajar, kata dosen senior IPDN Inu Kencana Syafe'i, yang kemudian meminta aparat hukum untuk mengusut tuntas hal itu.

Inu Kencana Syafe'i menyampaikan hal itu kepada wartawan, di Press Room DPR/MPR Senayan Jakarta, Rabu (11/4), sebelum memenuhi undangan pimpinan DPR yang ingin mendapatkan informasi akurat tentang kasus kematian siswa IPDN tersebut. Menurut Inu, korban kekerasan hingga tewas di IPDN kebanyakan dari Provinsi Papua, Kalimantan, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Karena itu, ia minta aparat kepolisian mengusut tewasnya 18 praja IPDN tersebut. "Penyebab kematian mereka harus diusut tuntas karena mereka meninggal tidak wajar," ujarnya.

Dia juga mengungkapkan, adanya upaya untuk menghilangkan data para korban oleh oknum IPDN, seperti data tiga orang korban yang tewas misterius yakni Praja Edy, Praja Gatot, dan Praja Fahrudin. "Saya lihat sendiri bagaimana dada almarhum Praja Gatot itu, membiru akibat pukulan," katanya.

Bahkan Inu tanpa sungkan-sungkan menyebut nama Kepala Bagian Administrasi Keprajaan dan Alumni Benhard Rondonuwu yang diduga berupaya menutup-nutupi kasus kematian sejumlah praja itu. Bukan itu saja, STPDN tidak memasukkan nama ketiga praja tersebut dan tidak dilakukan otopsi. Kepada wartawan, Inu yang selama ini vokal mengungkap borok-borok dan kekeraan yang terjadi di IPDN itu, membeberkan ke-18 nama praja yunior IPDN yang meninggal tidak wajar itu. Dari data yang diungkapkannya, sejumlah praja IPDN yang tewas mengalami penganiayaan yang mengakibatkan dada korban retak

Korban kekerasan masih menghiasi dunia pendidikan nasional. Belum hilang ingatan kita tentang kekerasan pada saat ospek di salah satu perguruan tinggi teknik di Jawa Timur di penghujung tahun 2013 yang menewaskan salah satu peserta ospek. Kini kita dihadapkan pada kenyataan bahwa pada salah satu perguruan tinggi kedinasan di bawah Kementrian Perhubungan terjadi lagi mahasiswa tewas akibat kekerasan para seniornya.

Bagaimanapun harus ada yang bertanggung jawab terhadap ini semua. Secara teknis operasional maka seniornya yang telah menyebabkan juniornya tewas harus mendapat hukuman yang setimpal. Namun secara institusional juga harus ada yang bertanggungjawab. STIP sebagai sebuah institusi pendidikan yang dipimpin oleh seorang rektor. Saya tidak tahu apakah saya yang kurang informasi atau tidak namun sampai saat ini saya belum melihat ada statement resmi dari rektor apakah itu sebagai sebuah penyesalan atas kejadian, permintaan maaf atau bahkan sebuah pengunduran diri sebagai bentuk tanggung jawab institusi.

III. PEMBAHASAN

Data yang diperoleh terhadap korban kekerasan maupun pelecehan seksual belum representative. Data masih diperoleh secara acak dan belum berdasarkan metode statistika yang baik dan benar. Pembahasan pada masalah ini berkisar dari data yang diperoleh pada artikel ini saja. Belum secara komperhensif seluruh Indonesia. Studi menemukan bahwa efek bullying (ancaman) tidak selalu langsung terlihat setelah pengalaman terjadi. Namun, efek ini dapat terakumulasi beberapa tahun mendatang dengan menunjukkan gejala memburuknya kesehatan mental anak. Pelaku dan korban bullying sama-sama akan mendapatkan dampak negatif dari tindakan ini. Para korban cenderung menampilkan respon negatif bahkan setelah beberapa tahun kemudian, yang berupa: rendahnya harga diri, sulit mempercayai orang lain, kurang asertif, agresi, sulit mengontrol amarah dan isolasi. Sedangkan pelaku akan menumbuhkan perasaan arogan dan merasa kuat. Akhirnya ia menjadi pribadi yang tidak mengenal tenggang rasa dan belas asih. Padahal, kedua hal tersebut sangat dibutuhkan dalam interaksi berkelompok.

Lambatnya penanganan gejala kekerasan oleh anak terhadap anak disebabkan karena: pertama, anak tidak menceritakan kejadian di sekolah kepada orang tua; kedua, meskipun anak sudah menunjukkan gejala negatif, orang dewasa tidak menangkap sinyelemen tersebut, sehingga terjadi pembiaran. Baik korban maupun pelaku perlu dideteksi sebelum melakukan atau menerima penggencetan lebih lanjut.Pencegahan bullying harus dilakukan di semua aspek kehidupan anak karena dalam masa pertumbuhan anak menyerap informasi dari berbagai pihak. Ia belum mampu menyaring secara efektif informasi yang dibutuhkan sehingga setiap orang yang berinteraksi dengan anak memiliki tanggung jawab membentuk pola perilaku yang positif.

Pertama Keluarga, merupakan irisan paling inti dalam sistem interaksi anak. Orang yang dibesarkan dengan kekerasan cenderung mudah memperlihatkan perilaku agresi. Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa. Dalam 20 tahun terakhir terjadi pergeseran paradigma pengasuhan anak. Jika dulu orang tua memegang kendali anak, maka seiring bergantinya jaman anak semakin pintar dan banyak orang tua yang memilih peran sebagai teman. Dalam aliran psikologi juga banyak diwacanakan pengelolaan rumah tangga yang ‘melunak’, di mana para ahli behavioristik mengusulkan penghargaan lebih baik daripada hukuman ketika ingin membentuk perilaku anak. Yang lebih parah lagi adalah ketika anak dihargai berdasarkan prestasi akademiknya. Jika pencapaian di sekolah bagus, maka anak itu dianggap baik.

Kedua Sekolah, merupakan rumah kedua bagi anak. Oleh karena itu tenaga pendidik dan tenaga pendidikan memiliki tanggung jawab untuk membentuk mental positif anak, termasuk budi pekertinya. Mengabaikan anak yang menggencet dan rentan digencet menunjukkan buruknya keterampilan guru dalam mendidik karena pendidikan tidak hanya berlangsung di ruang kelas tetapi juga dalam interaksi sehari-hari.

Ketiga Masyarakat, sebagai pagar sosial perilaku anak memiliki arti penting bagi pembentukan perilaku anak. Setiap orang dewasa hendaknya berperilaku positif yang dapat ditiru oleh anak. Orang dewasa yang buruk bukan hanya mereka yang berperilaku menyimpang, tapi juga mereka yang tidak meluruskan perilaku buruk anak-anak. Orang tua berhak penuh untuk mendisiplinkan anak namun masyarakat juga perlu mencontohkan perilaku positif. Menegur perbuatan negatif anak juga menunjukkan nilai positif yang dapat ditanamkan kepada anak.

IV. KESIMPULAN

Kekerasan sesama anak di sekolah merupakan praktek perilaku agresi yang tidak semestinya terjadi. Dalam usianya yang belia, anak semestinya dihadapkan pada kehidupan yang tenang, bersahabat dan penuh kreativitas. Tumbuhnya perilaku agresif dan penggencetan menunjukkan lemahnya peranan pendidikan dalam membentuk pribadi yang sehat jasmani dan rohani. Hal ini berlaku di rumah, sekolah dan masyarakat. Pentingnya peran guru dan orang tua dalam memberikan rambu-rambu yang jelas bagi anak memberi arahan perilaku yang positif

Perlunya penegakan hukum yang keras terhadap pelaku kekerasan anak, terutama jika menyebabkan kematian. Konsep pelindungan anak seharusnya tidak melindungi dirinya dari menebus kesalahan yang diperbuat. Terlepas dari usianya yang masih belia, perilaku membunuh tetap mengubah dinamika kepribadian seorang anak. Maka ia perlu mendapatkan hukuman yang membuat jera dengan prinsip sesuai yang dimasukkan dalam Undang Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Lebih jauh lagi, sekolah harus diberikan sanksi tegas untuk memutuskan mata rantai bullying di dunia pendidikan.

Kenakalan remaja dalam masyarakat penyebabnya bukan hanya karena anaknya bandel, namun ada sebab lain seperti orang tua yang salah mendidik atau terlalu keras, terlalu memanjakan, pengaruh lingkungan dan ada penyebab yang lain pula. “Untuk menanggulangi kenakalan remaja kita, tidak hanya membimbing remajanya saja, namun orang tuanya juga harus diberikan suatu pengertian dan bimbingan untuk dapat memberikan pendidikan di dalam keluarga dan pemantauan kepada remaja agar remaja kita tidak semakin rusak moralitasnya,”

Seluruh pola hubungan pembelajaran harus dibuat sebagai sebuah hubungan pendidikan profesional murni. Semua unsur pendukung tradisi kekerasan baik di tingkat dosen, asisten dosen, mahasiswa yang menduduki fungsi pengajar harus dinetralkan bila perlu dilucuti wewenangnya. Terakhir bentuk pengawasan yang dikembangkan adalah melalui pola intelijen intern.

Peradaban yang unggul dalam dunia pendidikan menjadi keniscayaan yang akan digapai dalam penyelenggaraan pendidikan dalam semua jenjang.

-------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara

http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_di_Indones...

http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/berita/2493

http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_sing...

http://www.fikarhomeschooling.net/index.php/86-new...

http://www.beritakaget.com/berita/553/kenakalan-re...

http://www.pelita.or.id/baca.php?id=28386

http://edukasi.kompasiana.com/2014/04/28/tewasnya-...

---------------------

Sumber dari Badan Diklat Provinsi Jateng